Sabtu, 05 November 2011

A. Sejarah masuknya Islam di Nusantara(Indonesia).





            Nusantara, merupakan wilayah strategis dalam jalur perdagangan dan transportasi antara barat dan timur. Sejarah mencatat, sejak jaman prasejarah penduduknya terkenal sebagai pelaut yang sanggup mengarungi lautan lepas. Wilayah Nusantara (Indonesia kuno) menurut para ahli sejarah adalah meliputi pulau-pulau yang terletak di sebelah timur India sampai lautan Cina, mencakup wilayah Indonesia, Malaka (Malaysia), Singapura, Patani (Thailand selatan) dan Filipina selatan. Dan setelah kita ketahui bersama sekarang di Abad 21 ini negara-negara tersebut sudah menjadi negara-negara merdeka seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina dan Thailand. Kemudian bergabung dalam organisasi negara-negara Asia Tenggara yang kita kenal sebagai Asean dan Organisasi Miiternya yang bernama






Peta Nusantara

            Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran maupun perdagangan anta kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di Asia tenggara maupun Eropa. Wilayah barat Nusantara khususnya selat Malaka sejak masa kuno sudah menjadi pusat perhatian, terutama dikarenakan dengan hasil buminya yang melimpah dan lokasinya yang sangat strategis sebagai tempat perdagangan di dunia.Dan menjadi lintasan yang amat penting bagi jalur perdagangan antara Cina dan india selain jalur sutra di darat. Pedagang-pedagang muslim dari Arab, gujarat india, Persia dan Cina juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad 1 H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka jauh sebelum di taklukan Portugis (1511), merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan  Melalui Malaka hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat yang melakukan hubungan dagang langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, malaka menjadi mata rantai pelayaran yang amat sangat penting pada abad ke-8-16 M. Lebih ke barat lagi dari Gujarat, perjalanan laut melintasi laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah utara menuju Teluk Oman, melalui selat Ormuz menuju Teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan Laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus melalui daratan ke Kairo dan Iskandariah. Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina juga mengikuti jalan tersebut sesudah abad ke-9 M, tetapi tidak lama kemudian kapal tersebut hanya sampai di pantai barat India, karena barang-barang yang diperjualbelikan sudah dapat dibeli di Nusantara. Kapal-kapal Indonesia juga ikut turut ambil bagian dalam perjalanan niaga tersebut, terutama pada zaman Kerajaan Sriwijaya yang jalur rute perdagangan sudah mencapai Cina dan pantai timur

B . Proses Islamisasi di Nusantara

            Didalam Islam tidak mengenal sistem Kasta. Oleh karenanya kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan maupun rakyat secara umumnnya dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan langsung dengan pedagang-pedagang muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan pada masa itu. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap  kerajaan non Islam. Hal ini bukanlah karena persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Menurut Pakar Sejarah, Uka Tjandrasasmita,3 saluran-saluran Islamisasi yang berkembang di Nusantara (Indonesia kuno) ada enam , yaitu :
1.         Saluran Perdagangan
            Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah Perdagangan. Kesibukan lalu lintas Pelayaran pada abad ke-7 hingga abad ke-16 M. Membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab,India,Persia, dan Cina) turut ambil bagian dalam perdagangan di Nusantara. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para Raja dan Bangsawan turut serta dalam Perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan proses Islamisasi melalui Perdagangan ini di pesisir pulau Jawa. Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di sekitar pantai pulau Jawa, yang penduduknya ketika itu masih berpatokan dengan Animisme Dinamisme (Kafir). Mereka berhasil membangun Mesjid-mesjid dan mendatangkan Mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai Bupati-bupati Kerajaan Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang memeluk Islam. Bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah namun juga karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedang
2.         Saluran Dakwah
            Para pedagang-pedagang yang datang juga melakukan dakwah islam, pada waktu mereka melakukan transaksi perdagangan dan ketika mereka singgah sejenak di Nusantara. Para mubalig juga datang bersama para pedagang Islam untuk menyebarkan Agama Islam, di antara para mubalig tersebut terdapat para sufi pengembara. Salah satu contoh Ulama besar yang melakukan aktifitas dakwah di Nusantara adalah Syarif Jamaluddin Al-Husein Al-Akbar, keturunan Imam Al Muhajir datang ke Nusantara dan menetap disana sampai wafat di daerah
3.         Saluran Pernikahan
            Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang jauh lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi Nusantaranya. Karenanya banyak putri-putri bangsawan pribumi yang tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar islam kaya itu. Sebelum menikah, mereka diislamkan  terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka menjadi luas. Akhirnya timbul kampung-kampung dan daerah kerajaan-kerajaan Islam. Jalur Pernikahan ini lebih menguntungkan apabila terjadi pada saudagar islam dengan anak seorang bangsawan setempat atau anak Raja dan Adipati. Karena Raja, Adipati dan Bangsawan itu turut mempercepat proses Islamisasi.  Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Manila, Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) dengan putri Kawunganten, Raden Brawijaya Majapahit dengan putri Campa yang menurunkan Raden Fatah (Raja pertama Kerajaan Islam Demak)
4.         Saluran Tasawuf
            Pengajar-pengajar Tasawuf atau para sufi, mengajarkan teologi Islam yang bercampur dengan ajaran dan kesenian yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka pada umumnya mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan untuk menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang menikahi puri-putri Bangsawan setempat. Dengan Tasawuf, “Bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Di antara ahli-ahli Tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia Pra Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran-ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad 19 M bahkan di abad 20 M ini. Para Ulama atau Sufi itu kemudian diangkat  menjadi penasihat atau pejabat agama di Kerajaan. Di Aceh ada Hamzah Fansuri, Syamsudin Sumatrani, Nurudin al-Raniri, dan Abd. Rauf Singkel. Di Jawa terkenal dengan para Walisongo (Sembilan Wali) dan di Banten dengan Syekh Yusuf
5.         Saluran Pendidikan
            Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik di pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiyai-kiyai dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu calon ulama, guru agama dan kiyai mendapatkan pendidikan agama. Setelah lulus dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Agama Islam.  Misalnya Pesantren yang didirikan Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di
6.         Saluran Kesenian
            Saluran Islamisasi yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan kesenian wayang yang bertemakan Islami. Beliau tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.  Sebagian besar cerita wayangnya masih diambil dari cerita-cerita Hindu kuno seperti Mahabhrata dan Ramayana. Tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran-ajaran dan nama-nama para pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain yang juga dijadikan alat Islamisasi adalah seni musik dan seni sastra seperti Hikayat, Babad dan
7.         Saluran Politik
            Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setalah Rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik Raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun Indonesia bagian Timur, demi kepentingan Politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerejaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan-kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam untuk masuk
            Melalui beberapa proses Islamisasi tersebut secara berangsur-angsur menyebar di wilayan Nusantara. Secara umum penyebaran Islam di Nusantara terbagi dalam 3 periode, Pertama, dimulai dengan kedatangan Islam secara damai berinteraksi dengan masyarakat, pada saat yang sama terjadi kemerosotan kemudian keruntuhan Kerajaan-kerajaan besar Hindu-Budha seperti Majapahit pada abad ke-14-15 M. Kedua, sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia sampai abad ke-19 M. Ketiga, bermula pada abad ke-20 dengan terjadinya “Liberalisasi” pada pemerintahan Belanda di Indonesia. Dalam tahapan-tahapan itu akan terlihat proses Islamisasi sampai mencapai tingkat seperti
            Pada tahap Pertama, penyebaran Islam masih relatif hanya di sekitar kota pelabuhan. Tidak lama kemudian Islam mulai memasuki daerah pesisr lainnya dan pedesaan. Pada tahap ini pedagang, ulama-ulama guru tarekat (Wali di Jawa) dengan murid-murid mereka memegang peranan penting. Mereka memperoleh patronase dari penguasa lokal dan dalam banyak kasus penguasa lokal juga ikut berperan dalam penyebaran Islam. Islamisasi saat ini sangat diwarnai dengan aspek tasawuf, meskipun aspek hukum (Syariah) juga tidak diabaikan.  Hal ini karena Islam Tasawuf dengan segala penafsiran mistiknya terhadap Islam dalam beberapa segi tertentu “cocok” dengan latar belakang masyarakat setempat yang dipengaruhi arketisme Hindu-Budha dan sinkretisme kepercayaan lokal. Juga karena tarekat-tarekat Sufi cenderung bersifat toleran terhadap pemikiran dan praktik tradisional, walaupun sebenarnya bertentangan dengan praktik ketat unilirianisme Islam.
            Pada tahap Kedua, penyebaran Islam terjadi pada masa VOC makin mantap menjadi penguasa di Indonesia. Sebenarnya pada abad ke-17 M VOC baru menjadi salah satu bentuk kekuatan yang ikut bersaing dalam kompetisi dagang dan politik di kerajaan Islam di Nusantara. Akan tetapi pada abad ke-18 VOC berhasil tampil sebagai pemenang hegemoni politik di Jawa dengan terjadinya “Perjanjian Giyanti”  tahun 1755 yang memecah Mataram menjadi dua, Surakarta dan Yogyakarta. Perjanjian tersebut menjadikan raja-raja Jawa tidak mempunyai wibawa karena kekuasaan politik telah jatuh ketangan penjajah, sehingga raja menjadi sangat bergantung pada VOC. Campur tangan VOC terhadap keraton pun semakin luas termasuk masalah keagamaan. Peranan Ulama di keraton terpinggirkan, ulama keluar dari keraton dan mengadakan perlawanan sambil memobilisasi petani dan membentuk pesantren dan melawan kolonial seperti kasus Syaikh Yusuf
            Tahap Ketiga, terjadi paa awal abad ke-20,ketika terjadi liberalisasi pemerintah Belanda. Ketika pemerintah Belanda mulai mengalami defisit yang tinggi akibat menanggulangi 3 perang besar terhadap kaum Islam (Perang Diponegoro, Perang Paderi dan Perang Aceh). Belanda pun mengangakat Gubernur Jenderal Van Den Bosch dengan tugas meningkatkan produktifitas dengan program tanam paksanya
            Dalam perkembangannya pula, sistem pendidikan yang semula memenuhi perangkat birokrasi kolonial   kemudian melahirkan elit baru, intelektual modern yang bahkan mengancam kolonialisme itu sendiri. Mereka tampil sebagai para Nasionalis yang anti kolonial, yang ingin menciptakan terbentuknya bangsa baru -Indonesia- diatas kesatuan etnis lama.Bersamaan dengan usaha politik etis bikinan Belanda untuk berusaha menjinakan para nasionalis Islam agar tidak tampil sebagai pengan kekuasaannya. Muncul pula di dunia Internasional Islam dinamika  berupa kosmopolitanisme (rasa satu dunia) yang mula-mula tumbuh di Timur Tengah, yang kemudian mengilhami munculnya dinamika Islam di Indonesia.
            Dominasi politik dan ekonomi kolonial meporak-porandakan bangunan struktur tradisional, juga mendesak golongan sosial pribumi yang dengan sistem ekonomi uang pelaksanaan pajak makin memberatkan rakyat. Hal ini menimbulkan kegoncangan dan menumbukan gerakan protes keras. Kiyai dan para Ulama kembali lagi menjadi pemimpin non formal rakyat dalam kembali berjuang melawan kolonialisme. Ulama amat sangat mencemaskan pengaruh kebudayaan asing yang mulai menggeser kebudayaan kultur tradisional beragama Islam di Indonesia. Oleh karena itu para Ulama dan para Kiyai tampil memimpin gerakan perlawanan terhadap Belanda dan pribumi yang pro Kolonial. Diantara Gerakan protes rakyat Jawa, gerakan Syarif Prawirosentono alias Amat Sleman di Yogyakarta (1840), gerakan Kiyai Hasan Maulana di Cirebon (1842), gerakan Amat Hasan di Rembang (1846), gerakan Rifa’iyah di Kalisasak, Batang (1850), gerakan Cilegon (1888) dan masih banyak gerakan lainnya. Peranan Ulama dan pesantrennya semakin meluas ke pedalaman dengan dengan membuka pesantren-pesantren baru, pemukiman baru, proses Islamisasi tindak lanjut. Di samping dengan mengirim para santri ke Timur Tengah untuk memperdalam pengetahuan dan keagamaan, sementara di Timur Tengah sendiri sedang muncul usaha-usaha reformasi dan kosmopolitanisme Islam. Ketika itulah para santri pulang membawa pemikiran-pemikiran baru, mereka telah menjadi ulama-ulama muda yang mendirikan organisasi-organisasi Islam di perkotaan. Ketika itu kegelisahan rakyat pribumi tetap ada, dan kembali lagi Islam menjadi tumpuan harapan. Kalau dahulu  pimpinan mereka adalah sultan dan ulama, selanjutnya dipimpin oleh para pemikir modern Islam lulusan luar. Setelah gerakan protes yang dipimpn para Kiyai dan petani gagal, para ulama-ulama muda inilah yang membuat organisasi kemerdekaan dalam taraf nasional. Sampai kemerdekaan pun kita raih dengan cara dan perjuangan Islam. Dalam konteks ini pun kita tak boleh lupa, bahwa Islamlah peletak dasar bagi nasionalisme di


C.      Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara

1. Kerajaan Samudera Pasai (1267 M-1412 M).





            Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meulah Silu (Malik al-Saleh) pada tahun 1264 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah dengan ditemukannya makam raja-raja pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat reruntuhan  bangunan pusat kerajaan Samudera , sekitar 17 km sebelah timur lhokseumawe. Di antara makam-makam raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meulah Silu setelah ia masuk Islam, dan merupakan Sultan Islam pertama di Indonesia. Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297 M-1326 M). Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan kerajaan Pase dan kerajaan Peurlak.Seorang pengembara muslim, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai pada tahun 1346 M. Ia juga menceritakan bahwa ketika ia singgah di Cina, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di negeri Cina. Informasi lain mengatakan, bahwa Sultan-sultan Pasai juga mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Kerajaan Samudera Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan luar.
            Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan nusantara. Dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama kerajaan Pasai adalah Lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut Dirham. Uang ini digunakan menjadi mata uang resmi kerajaan. Di samping sebagai pusat perdagangan, kerajaan Pasai juga terkenal sebagai pusat penyebaran ajaran Islam di Nusantara. Seiring perkembangan zaman, Samudera Pasai mengalami kemunduran, hingga ditaklukan oleh Majapahit tahun 1360 M. Pada tahun 1524 ditaklukan kembali oleh Kerajaan Islam
Silsilah Keturunan Raja Samudera Pasai
1. Sultan Malik al-Saleh (1267-1297 M).
2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M).
3. Sultan Ahmad Laikudzahi (1326-1383 M).
4. Sultan Zainal Abidin Malik al-Zahir (1383-1405 M).
5. Sultan Salahudin (1405-1412).
Rentang masa kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sekitar 3 abad, dari abad ke-13 hingga 16 M.





Wilayah kekuasaan kerajaan Samudera Pasai mencakup seluruh wilayah Aceh pada masa itu

2. Kerajaan Malaka (1396-1511 M).




            Samudera Pasai melakukan dakwah Islam ke berbagai daerah di Nusantara, juga mengislamkan Raja pertama kerajaan Malaka, Prameswara yang bergelar Megat Iskandar Syah/ Muhammad Iskandar Syah. Ketika kerajaan Samudera Pasai hancur, maka Kerajaan Malaka sebagai pusat perdagangan dan pelayaran semakin ramai dikunjungi para pedagang. Disamping Malaka maju dalam bidang ekonominya, bidang agama juga tersebar cukup maju pada kerajaan ini. Banyak ulama datang dan ikut mengembangkan ajaran Islam. Penganut agama Islam diberi hak-hak istimewa seperti kebebasan untuk membangun mesjid-mesjid disekitar area kerajaan.
            Pada sekitar tahun 1509 M Portugis mulai datang ke Malaka, karena mengetahui wilayah malaka merupakan pelabuhan transit yang sangat strategis dan banyak dikunjungi pedagang dari seluruh penjuru dunia. Hal ini sangat menarik Portugis untuk menguasainya. Ketika Malaka jatuh dikuasai oleh Portugis tahun 1511 M, dan mulai melakukan monopoli perdagangan di Nusantara.
Silsilah keturunan Raja Malaka
1. Sultan Megat Iskandar Syah / Muhammad Iskandar Syah (1396-1424 M).
2. Sultan Mudzafat Syah (1424-1458 M).
3. Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M).
4. Sultan Alaudin Syah (1477-1488 M).
5. Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M).
Wilayah kekuasaan Kerjaan Malaka mencakup seluruh selat Malaka dan sebagian wilayah singapura dan



3. Kerajaan Aceh Darussalam (1496-1903 M).





            Kerajaan  Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan dari Kerajaan Samudera Pasai yang pada tahun 1360 M ditaklukan oleh Majapahit hingga kemundurannya di abad ke-14 M. Kerajaan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibukota Kutaraja (Banda Aceh) dengan raja pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada awal Ahad, 1 jumadil awal 913 H atau pada tanggal 9 september 1496 M. Di awal-awal masa pemerintahannya Kerajaan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Pedir, Pasai, Deli dan Aru.
             Kerajaan Aceh Darussalam mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Pada masa kepemimpinannya Aceh berhasil memukul mundur Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encylopedia bahwa pada tahun 1582 M, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melalui Lautan Hindia. Pada tahun 1586 M, Kerajaan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di selat Malaka, dengan armada yang terdiri 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut dan juga ditambah oleh meriam-meriam  pemberian Kerajaan Turki Ustmani pada Masa Sultan Muhammad al-Fatih, 1453 M dalam rangka kesatuan Islam di dunia. Serangan ini dalam rangka memperluas dominasi Aceh atas selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Malaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal akibat persekongkolan antara Portugis dan
Silsilah keturunan Raja Aceh Darussalam
1. Sultan Mughayat Syah (1496-1528 M)
2. Sultan Salahudin (1528-1537 M)
3. Sultan Alauddin Riayat Syah (1537-1568 M)
4. Sultan Iskandar (1568-1607 M)
5. Sultan Iskandar Muda  (1607-1636 M)18



4. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.





            Ketika Raden Rahmat datang pertama kali ke Jawa sekitar abad ke-15 M, kondisi sosial politik, religi dan ekonomi yang berkembang dalam masyarakat Jawa, menunjukan sebuah perubahan sosial yang mendasar bersamaan dengan melemahnya Kerajaan Majapahit, dan berkembangnya pengaruh Islam, penguasa Islam  pesisir membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen.
            Seeorang muslim Cina yang mengikuti perjalanan Laksamana Ceng Ho ke Jawa yang nerlangsung tahun 1431-1433 M menuturkan bahwa di Jawa ketika itu terdapat tiga golongan penduduk. Golongan pertama adalah komunitas Islam dari Barat yang telah menjadi penduduk setempat, pakaian dan makanan mereka bersih. Golongan kedua, adalah orang-orang Cina yang melarikan diri dari negerinya dan menetap di Jawa. Pakaian dan makanan mereka cukup bersih dan kebanyakan dari mereka susah memeluk agama Islam, serta taat dalam beribadah. Golongan ketiga adalah penduduk pribumi yang masih terbelakang dan masih mempercayai Animisme Dinamisme.
            Proses Islamisasi di Jawa sudah berlangsung sejak abad ke-11 M. Dan Proses Islamisasi terus berkembang sampai abad ke-14 M dan abad-abad berikutnya, terutama setelah Majapahit mencapai kejayaannya, proses Islamisasi di pelabuhan-pelabuhan terus berlangsung di bawah pimpinan Sunan Ampel, Walisongo sepakat mengangkat Raden Fatah menjadi Raja pertama Kerajaan Demak. Ia adalah seorang putra mahkota Majapahit dari seorang ibu muslimah keturunan campa.
            Pemerintahan Raden Fatah berlangsung sampai sekitar abad ke-15-16 M, kemudian diikuti kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten dengan Rajanya yang terkenal yaitu Sultan Ageng Tirtayasa di Jawa Barat. Kerajaan Demak berhasil menggantikan Majapahit, dilanjutkan kerajaan Pajang disusul kerajaan Mataram. Ulama-ulama yang berperan penting dalam penyebaran Islam di tanah Jawa adalah

5. Kerajaan-kerajaan Islam di Timur.






            Pengaruh Islam ke wilayah timur Nusantara terutama Maluku juga tidak lepas dari jalur perdagangan internasional dengan malaka dan jawa. Sejak abad ke-14 M Islam telah datang ke Maluku. Menurut Tomes Pires, orang masuk Islam di Maluku kira kira tahun 1460-1465 M. Sementara dee Graf berpendapat bahwa raja pertama di Maluku yang benar-benar muslim adalah Zaynal Abidin (1486-1500 M). Kerajaan terpenting di Maluku adalah Kerajaan Ternate dan Tidore. Abad ke-16 M merupakan zaman Ternate dan Tidore  yang bersaing dalam perdagangan. Kekuasaan mereka merosot dengan kedatangan bangsa barat. Tidore bersekutu dengan Spanyol sementara Ternate dengan Portugis. Persaingan pun menyulut perang besar. Sultan Khoerun dari Ternate berusaha mengusir Portugis dari Maluku, perang terjadi dan pada tahun 1565 M ibukota ternate terbakar. Dengan dalih berunding Sultan Khoerun diundang ke Loji, Portugis. Namun Sultan dibunuh pada tahun 1570 M. Sultan Baabulah putra Khoerun berhasil mengusir Portugis tahun 1577 M. Periode Baabulah merupakan puncak keemasan kerajaan Ternate. Sultan Baabulah dapat mengislamkan Sulawesi Utara, perdagangan lancar, persahabatan dengan negara tetangga seperti dengan Kerajaan Gowa dan Talo terjalin dengan baik.    Sementara Portugis dan Spanyol telah dpersatukan pada tahun 1582 M dan VOC telah menjadi besar dan kuat. Ternate bersekutu dengan VOC untuk mengusir Spanyol. Namun VOC tidak mau ada penguasa lain, menjelang tahun 1660 Ternate dan Tidore menaklukan VOC dengan Sultan yang tidak mempunyai kekuasaan.
            Islamisasi Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan berasal dari Kerajaan Demak. Raja pertma kerjaan Banjar adalah Raden Samudera dan bergelar Suryanullah atau Suryansyah. Wilayahnya meliputi Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Madawi dan Sambangan. Sementara itu,  Kalimantan Timur diislamkan oleh Dato Ri Bandang dan Tunggang Parangan. Melalui mereka, Raja Mahkota penguasa Kutai masuk Islam, segeralah dibangun masjid untuk pengajaran agama Islam pada tahun 1575 M.
            Sulawesi Selatan sejak abad ke-15 M susdah didatangi pedagang muslim, mungkin dari Malaka, Jawa dan Sumatera.  Di Gowa dan Talo, raja-rajanya masuk Islam secara resmi pada tanggal 22 september 1605 Masehi, dengan Sultan Alauddin (1592-2636 M) sebagai raja pertamanya. Sesudah itu menyusul Soppeng, Wajo pada tanggal 10 Mei 1610 M dan Kerajaan Bone Islam pada tanggal

1 komentar: