Nusantara, merupakan wilayah
strategis dalam jalur perdagangan dan transportasi antara barat dan timur.
Sejarah mencatat, sejak jaman prasejarah penduduknya terkenal sebagai pelaut
yang sanggup mengarungi lautan lepas. Wilayah Nusantara (Indonesia kuno)
menurut para ahli sejarah adalah meliputi pulau-pulau yang terletak di sebelah
timur India sampai lautan Cina, mencakup wilayah Indonesia, Malaka (Malaysia),
Singapura, Patani (Thailand selatan) dan Filipina selatan. Dan setelah kita
ketahui bersama sekarang di Abad 21 ini negara-negara tersebut sudah menjadi
negara-negara merdeka seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina
dan Thailand. Kemudian bergabung dalam organisasi negara-negara Asia Tenggara
yang kita kenal sebagai Asean dan Organisasi Miiternya yang bernama
Peta Nusantara
Sejak awal abad Masehi sudah ada
rute-rute pelayaran maupun perdagangan anta kepulauan Indonesia dengan berbagai
daerah di Asia tenggara maupun Eropa. Wilayah barat Nusantara khususnya selat
Malaka sejak masa kuno sudah menjadi pusat perhatian, terutama dikarenakan
dengan hasil buminya yang melimpah dan lokasinya yang sangat strategis sebagai
tempat perdagangan di dunia.Dan menjadi lintasan yang amat penting bagi jalur
perdagangan antara Cina dan india selain jalur sutra di darat.
Pedagang-pedagang muslim dari Arab, gujarat india, Persia dan Cina juga ada
yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad 1
H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka jauh sebelum
di taklukan Portugis (1511), merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan Melalui Malaka hasil
hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan
India, terutama Gujarat yang melakukan hubungan dagang langsung dengan Malaka
pada waktu itu. Dengan demikian, malaka menjadi mata rantai pelayaran yang amat
sangat penting pada abad ke-8-16 M. Lebih ke barat lagi dari Gujarat,
perjalanan laut melintasi laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan
pertama di sebelah utara menuju Teluk Oman, melalui selat Ormuz menuju Teluk
Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan Laut Merah, dan dari kota Suez jalan
perdagangan harus melalui daratan ke Kairo dan Iskandariah. Ada indikasi bahwa
kapal-kapal Cina juga mengikuti jalan tersebut sesudah abad ke-9 M, tetapi
tidak lama kemudian kapal tersebut hanya sampai di pantai barat India, karena
barang-barang yang diperjualbelikan sudah dapat dibeli di Nusantara.
Kapal-kapal Indonesia juga ikut turut ambil bagian dalam perjalanan niaga
tersebut, terutama pada zaman Kerajaan Sriwijaya yang jalur rute perdagangan
sudah mencapai Cina dan pantai timur
B . Proses Islamisasi di Nusantara
Didalam Islam tidak mengenal sistem
Kasta. Oleh karenanya kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan
bangsawan maupun rakyat secara umumnnya dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu kerajaan
mengalami kekacauan, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau
pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan langsung dengan
pedagang-pedagang muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran
dan perdagangan pada masa itu. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri,
penguasanya melancarkan perang terhadap
kerajaan non Islam. Hal ini bukanlah karena persoalan agama tetapi
karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Menurut Pakar Sejarah, Uka Tjandrasasmita,3 saluran-saluran Islamisasi yang
berkembang di Nusantara (Indonesia kuno) ada enam , yaitu :
1. Saluran
Perdagangan
Pada
taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah Perdagangan. Kesibukan lalu lintas
Pelayaran pada abad ke-7 hingga abad ke-16 M. Membuat pedagang-pedagang Muslim
(Arab,India,Persia, dan Cina) turut ambil bagian dalam perdagangan di
Nusantara. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan
karena para Raja dan Bangsawan turut serta dalam Perdagangan, bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan
proses Islamisasi melalui Perdagangan ini di pesisir pulau Jawa. Uka
Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di
sekitar pantai pulau Jawa, yang penduduknya ketika itu masih berpatokan dengan
Animisme Dinamisme (Kafir). Mereka berhasil membangun Mesjid-mesjid dan
mendatangkan Mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan
karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa
tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai Bupati-bupati Kerajaan
Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang memeluk Islam.
Bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah namun juga
karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedang
2. Saluran
Dakwah
Para
pedagang-pedagang yang datang juga melakukan dakwah islam, pada waktu mereka
melakukan transaksi perdagangan dan ketika mereka singgah sejenak di Nusantara.
Para mubalig juga datang bersama para pedagang Islam untuk menyebarkan Agama
Islam, di antara para mubalig tersebut terdapat para sufi pengembara. Salah
satu contoh Ulama besar yang melakukan aktifitas dakwah di Nusantara adalah
Syarif Jamaluddin Al-Husein Al-Akbar, keturunan Imam Al Muhajir datang ke
Nusantara dan menetap disana sampai wafat di daerah
3. Saluran
Pernikahan
Dari
sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang jauh lebih baik
daripada kebanyakan penduduk pribumi Nusantaranya. Karenanya banyak putri-putri
bangsawan pribumi yang tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar islam
kaya itu. Sebelum menikah, mereka diislamkan
terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka
menjadi luas. Akhirnya timbul kampung-kampung dan daerah kerajaan-kerajaan
Islam. Jalur Pernikahan ini lebih menguntungkan apabila terjadi pada saudagar
islam dengan anak seorang bangsawan setempat atau anak Raja dan Adipati. Karena
Raja, Adipati dan Bangsawan itu turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat
(Sunan Ampel) dengan Nyai Manila, Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati)
dengan putri Kawunganten, Raden Brawijaya Majapahit dengan putri Campa yang
menurunkan Raden Fatah (Raja pertama Kerajaan Islam Demak)
4. Saluran
Tasawuf
Pengajar-pengajar
Tasawuf atau para sufi, mengajarkan teologi Islam yang bercampur dengan ajaran
dan kesenian yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka pada
umumnya mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan untuk
menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang menikahi puri-putri Bangsawan
setempat. Dengan Tasawuf, “Bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi
mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama
Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Di antara
ahli-ahli Tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam
pikiran Indonesia Pra Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah
Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran-ajaran mistik seperti ini masih
berkembang di abad 19 M bahkan di abad 20 M ini. Para Ulama atau Sufi itu
kemudian diangkat menjadi penasihat atau
pejabat agama di Kerajaan. Di Aceh ada Hamzah Fansuri, Syamsudin Sumatrani,
Nurudin al-Raniri, dan Abd. Rauf Singkel. Di Jawa terkenal dengan para
Walisongo (Sembilan Wali) dan di Banten dengan Syekh Yusuf
5. Saluran
Pendidikan
Islamisasi
juga dilakukan melalui pendidikan, baik di pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiyai-kiyai dan ulama-ulama. Di pesantren
atau pondok itu calon ulama, guru agama dan kiyai mendapatkan pendidikan agama.
Setelah lulus dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau
berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Agama Islam. Misalnya Pesantren yang didirikan Raden
Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di
6. Saluran
Kesenian
Saluran
Islamisasi yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan
Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan kesenian wayang yang
bertemakan Islami. Beliau tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia
meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayangnya masih diambil
dari cerita-cerita Hindu kuno seperti Mahabhrata dan Ramayana. Tetapi di dalam
cerita itu disisipkan ajaran-ajaran dan nama-nama para pahlawan Islam.
Kesenian-kesenian lain yang juga dijadikan alat Islamisasi adalah seni musik
dan seni sastra seperti Hikayat, Babad dan
7. Saluran
Politik
Di
Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setalah Rajanya
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik Raja sangat membantu
tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa
maupun Indonesia bagian Timur, demi kepentingan Politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerejaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan-kerajaan Islam
secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam untuk masuk
Melalui
beberapa proses Islamisasi tersebut secara berangsur-angsur menyebar di wilayan
Nusantara. Secara umum penyebaran Islam di Nusantara terbagi dalam 3 periode, Pertama, dimulai dengan kedatangan Islam
secara damai berinteraksi dengan masyarakat, pada saat yang sama terjadi
kemerosotan kemudian keruntuhan Kerajaan-kerajaan besar Hindu-Budha seperti
Majapahit pada abad ke-14-15 M. Kedua,
sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia sampai abad
ke-19 M. Ketiga, bermula pada abad
ke-20 dengan terjadinya “Liberalisasi” pada pemerintahan Belanda di Indonesia.
Dalam tahapan-tahapan itu akan terlihat proses Islamisasi sampai mencapai
tingkat seperti
Pada
tahap Pertama, penyebaran Islam masih relatif hanya di sekitar kota pelabuhan.
Tidak lama kemudian Islam mulai memasuki daerah pesisr lainnya dan pedesaan.
Pada tahap ini pedagang, ulama-ulama guru tarekat (Wali di Jawa) dengan
murid-murid mereka memegang peranan penting. Mereka memperoleh patronase dari
penguasa lokal dan dalam banyak kasus penguasa lokal juga ikut berperan dalam
penyebaran Islam. Islamisasi saat ini sangat diwarnai dengan aspek tasawuf,
meskipun aspek hukum (Syariah) juga tidak diabaikan. Hal ini karena Islam Tasawuf dengan segala
penafsiran mistiknya terhadap Islam dalam beberapa segi tertentu “cocok” dengan
latar belakang masyarakat setempat yang dipengaruhi arketisme Hindu-Budha dan
sinkretisme kepercayaan lokal. Juga karena tarekat-tarekat Sufi cenderung
bersifat toleran terhadap pemikiran dan praktik tradisional, walaupun
sebenarnya bertentangan dengan praktik ketat unilirianisme Islam.
Pada
tahap Kedua, penyebaran Islam terjadi pada masa VOC makin mantap menjadi
penguasa di Indonesia. Sebenarnya pada abad ke-17 M VOC baru menjadi salah satu
bentuk kekuatan yang ikut bersaing dalam kompetisi dagang dan politik di
kerajaan Islam di Nusantara. Akan tetapi pada abad ke-18 VOC berhasil tampil
sebagai pemenang hegemoni politik di Jawa dengan terjadinya “Perjanjian
Giyanti” tahun 1755 yang memecah Mataram
menjadi dua, Surakarta dan Yogyakarta. Perjanjian tersebut menjadikan raja-raja
Jawa tidak mempunyai wibawa karena kekuasaan politik telah jatuh ketangan
penjajah, sehingga raja menjadi sangat bergantung pada VOC. Campur tangan VOC
terhadap keraton pun semakin luas termasuk masalah keagamaan. Peranan Ulama di
keraton terpinggirkan, ulama keluar dari keraton dan mengadakan perlawanan
sambil memobilisasi petani dan membentuk pesantren dan melawan kolonial seperti
kasus Syaikh Yusuf
Tahap
Ketiga, terjadi paa awal abad ke-20,ketika terjadi liberalisasi pemerintah
Belanda. Ketika pemerintah Belanda mulai mengalami defisit yang tinggi akibat
menanggulangi 3 perang besar terhadap kaum Islam (Perang Diponegoro, Perang
Paderi dan Perang Aceh). Belanda pun mengangakat Gubernur Jenderal Van Den
Bosch dengan tugas meningkatkan produktifitas dengan program tanam paksanya
Dalam
perkembangannya pula, sistem pendidikan yang semula memenuhi perangkat
birokrasi kolonial kemudian melahirkan
elit baru, intelektual modern yang bahkan mengancam kolonialisme itu sendiri.
Mereka tampil sebagai para Nasionalis yang anti kolonial, yang ingin
menciptakan terbentuknya bangsa baru -Indonesia- diatas kesatuan etnis lama.Bersamaan
dengan usaha politik etis bikinan Belanda untuk berusaha menjinakan para
nasionalis Islam agar tidak tampil sebagai pengan kekuasaannya. Muncul pula di
dunia Internasional Islam dinamika
berupa kosmopolitanisme (rasa satu dunia) yang mula-mula tumbuh di Timur
Tengah, yang kemudian mengilhami munculnya dinamika Islam di Indonesia.
Dominasi
politik dan ekonomi kolonial meporak-porandakan bangunan struktur tradisional,
juga mendesak golongan sosial pribumi yang dengan sistem ekonomi uang
pelaksanaan pajak makin memberatkan rakyat. Hal ini menimbulkan kegoncangan dan
menumbukan gerakan protes keras. Kiyai dan para Ulama kembali lagi menjadi
pemimpin non formal rakyat dalam kembali berjuang melawan kolonialisme. Ulama
amat sangat mencemaskan pengaruh kebudayaan asing yang mulai menggeser
kebudayaan kultur tradisional beragama Islam di Indonesia. Oleh karena itu para
Ulama dan para Kiyai tampil memimpin gerakan perlawanan terhadap Belanda dan
pribumi yang pro Kolonial. Diantara Gerakan protes rakyat Jawa, gerakan Syarif
Prawirosentono alias Amat Sleman di Yogyakarta (1840), gerakan Kiyai Hasan
Maulana di Cirebon (1842), gerakan Amat Hasan di Rembang (1846), gerakan
Rifa’iyah di Kalisasak, Batang (1850), gerakan Cilegon (1888) dan masih banyak
gerakan lainnya. Peranan Ulama dan pesantrennya semakin meluas ke pedalaman
dengan dengan membuka pesantren-pesantren baru, pemukiman baru, proses
Islamisasi tindak lanjut. Di samping dengan mengirim para santri ke Timur Tengah
untuk memperdalam pengetahuan dan keagamaan, sementara di Timur Tengah sendiri
sedang muncul usaha-usaha reformasi dan kosmopolitanisme Islam. Ketika itulah
para santri pulang membawa pemikiran-pemikiran baru, mereka telah menjadi
ulama-ulama muda yang mendirikan organisasi-organisasi Islam di perkotaan.
Ketika itu kegelisahan rakyat pribumi tetap ada, dan kembali lagi Islam menjadi
tumpuan harapan. Kalau dahulu pimpinan
mereka adalah sultan dan ulama, selanjutnya dipimpin oleh para pemikir modern
Islam lulusan luar. Setelah gerakan protes yang dipimpn para Kiyai dan petani
gagal, para ulama-ulama muda inilah yang membuat organisasi kemerdekaan dalam
taraf nasional. Sampai kemerdekaan pun kita raih dengan cara dan perjuangan
Islam. Dalam konteks ini pun kita tak boleh lupa, bahwa Islamlah peletak dasar
bagi nasionalisme di
C. Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
1. Kerajaan Samudera Pasai (1267 M-1412 M).
Kerajaan
Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di
Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meulah
Silu (Malik al-Saleh) pada tahun 1264 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan
kerajaan ini adalah dengan ditemukannya makam raja-raja pasai di kampung
Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera , sekitar 17
km sebelah timur lhokseumawe. Di antara makam-makam raja tersebut, terdapat
nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru
Meulah Silu setelah ia masuk Islam, dan merupakan Sultan Islam pertama di
Indonesia. Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297 M-1326 M). Kerajaan Samudera
Pasai merupakan gabungan kerajaan Pase dan kerajaan Peurlak.Seorang pengembara
muslim, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai pada tahun 1346 M. Ia juga
menceritakan bahwa ketika ia singgah di Cina, ia melihat adanya kapal Sultan
Pasai di negeri Cina. Informasi lain mengatakan, bahwa Sultan-sultan Pasai juga
mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan
bahwa Kerajaan Samudera Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan
luar.
Pada masa
jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan
nusantara. Dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri seperti Cina,
India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama kerajaan Pasai adalah Lada.
Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang
emas yang disebut Dirham. Uang ini digunakan menjadi mata uang resmi kerajaan.
Di samping sebagai pusat perdagangan, kerajaan Pasai juga terkenal sebagai
pusat penyebaran ajaran Islam di Nusantara. Seiring perkembangan zaman,
Samudera Pasai mengalami kemunduran, hingga ditaklukan oleh Majapahit tahun
1360 M. Pada tahun 1524 ditaklukan kembali oleh Kerajaan Islam
Silsilah Keturunan Raja Samudera Pasai
1. Sultan Malik al-Saleh (1267-1297 M).
2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M).
3. Sultan Ahmad Laikudzahi (1326-1383 M).
4. Sultan Zainal Abidin Malik al-Zahir (1383-1405 M).
5. Sultan Salahudin (1405-1412).
Rentang masa kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai berlangsung
sekitar 3 abad, dari abad ke-13 hingga 16 M.
Wilayah kekuasaan kerajaan Samudera Pasai mencakup seluruh
wilayah Aceh pada masa itu
2. Kerajaan Malaka (1396-1511 M).
Samudera Pasai melakukan dakwah Islam
ke berbagai daerah di Nusantara, juga mengislamkan Raja pertama kerajaan
Malaka, Prameswara yang bergelar Megat
Iskandar Syah/ Muhammad Iskandar
Syah. Ketika kerajaan Samudera Pasai hancur, maka Kerajaan Malaka sebagai
pusat perdagangan dan pelayaran semakin ramai dikunjungi para pedagang.
Disamping Malaka maju dalam bidang ekonominya, bidang agama juga tersebar cukup
maju pada kerajaan ini. Banyak ulama datang dan ikut mengembangkan ajaran
Islam. Penganut agama Islam diberi hak-hak istimewa seperti kebebasan untuk
membangun mesjid-mesjid disekitar area kerajaan.
Pada sekitar
tahun 1509 M Portugis mulai datang ke Malaka, karena mengetahui wilayah malaka
merupakan pelabuhan transit yang sangat strategis dan banyak dikunjungi
pedagang dari seluruh penjuru dunia. Hal ini sangat menarik Portugis untuk
menguasainya. Ketika Malaka jatuh dikuasai oleh Portugis tahun 1511 M, dan
mulai melakukan monopoli perdagangan di Nusantara.
Silsilah keturunan Raja Malaka
1. Sultan Megat Iskandar Syah / Muhammad Iskandar Syah
(1396-1424 M).
2. Sultan Mudzafat Syah (1424-1458 M).
3. Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M).
4. Sultan Alaudin Syah (1477-1488 M).
5. Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M).
Wilayah kekuasaan Kerjaan Malaka mencakup seluruh selat
Malaka dan sebagian wilayah singapura dan
3. Kerajaan Aceh Darussalam (1496-1903 M).
Kerajaan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan dari
Kerajaan Samudera Pasai yang pada tahun 1360 M ditaklukan oleh Majapahit hingga
kemundurannya di abad ke-14 M. Kerajaan Aceh terletak di utara pulau Sumatera
dengan ibukota Kutaraja (Banda Aceh) dengan raja pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan
pada awal Ahad, 1 jumadil awal 913 H atau pada tanggal 9 september 1496 M. Di
awal-awal masa pemerintahannya Kerajaan Aceh berkembang hingga mencakup Daya,
Pedir, Pasai, Deli dan Aru.
Kerajaan Aceh Darussalam mengalami masa
keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Pada masa
kepemimpinannya Aceh berhasil memukul mundur Portugis dari selat Malaka.
Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand
Encylopedia bahwa pada tahun 1582 M, bangsa Aceh sudah meluaskan
pengaruhnya atas pulau-pulau sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas
sebagian tanah semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan
diplomatik dengan semua bangsa yang melalui Lautan Hindia. Pada tahun 1586 M,
Kerajaan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di selat Malaka, dengan
armada yang terdiri 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut dan juga
ditambah oleh meriam-meriam pemberian Kerajaan Turki Ustmani pada Masa Sultan Muhammad al-Fatih, 1453 M
dalam rangka kesatuan Islam di dunia. Serangan ini dalam rangka memperluas
dominasi Aceh atas selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah
berhasil mengepung Malaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal
akibat persekongkolan antara Portugis dan
Silsilah keturunan Raja Aceh Darussalam
1. Sultan Mughayat Syah (1496-1528 M)
2. Sultan Salahudin (1528-1537 M)
3. Sultan Alauddin Riayat Syah (1537-1568 M)
4. Sultan Iskandar (1568-1607 M)
5. Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M)18
4. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
Ketika Raden Rahmat datang pertama kali ke Jawa sekitar abad ke-15 M,
kondisi sosial politik, religi dan ekonomi yang berkembang dalam masyarakat
Jawa, menunjukan sebuah perubahan sosial yang mendasar bersamaan dengan
melemahnya Kerajaan Majapahit, dan berkembangnya pengaruh Islam, penguasa Islam pesisir membangun pusat-pusat kekuasaan yang
independen.
Seeorang
muslim Cina yang mengikuti perjalanan Laksamana Ceng Ho ke Jawa yang
nerlangsung tahun 1431-1433 M menuturkan bahwa di Jawa ketika itu terdapat tiga
golongan penduduk. Golongan pertama
adalah komunitas Islam dari Barat yang telah menjadi penduduk setempat, pakaian
dan makanan mereka bersih. Golongan kedua,
adalah orang-orang Cina yang melarikan diri dari negerinya dan menetap di Jawa.
Pakaian dan makanan mereka cukup bersih dan kebanyakan dari mereka susah
memeluk agama Islam, serta taat dalam beribadah. Golongan ketiga adalah penduduk pribumi yang masih terbelakang dan
masih mempercayai Animisme Dinamisme.
Proses
Islamisasi di Jawa sudah berlangsung sejak abad ke-11 M. Dan Proses Islamisasi
terus berkembang sampai abad ke-14 M dan abad-abad berikutnya, terutama setelah
Majapahit mencapai kejayaannya, proses Islamisasi di pelabuhan-pelabuhan terus
berlangsung di bawah pimpinan Sunan Ampel,
Walisongo sepakat mengangkat Raden Fatah menjadi Raja pertama Kerajaan Demak.
Ia adalah seorang putra mahkota Majapahit dari seorang ibu muslimah keturunan
campa.
Pemerintahan
Raden Fatah berlangsung sampai sekitar abad ke-15-16 M, kemudian diikuti
kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten dengan Rajanya yang terkenal yaitu Sultan
Ageng Tirtayasa di Jawa Barat. Kerajaan Demak berhasil menggantikan Majapahit,
dilanjutkan kerajaan Pajang disusul kerajaan Mataram. Ulama-ulama yang berperan
penting dalam penyebaran Islam di tanah Jawa adalah
5. Kerajaan-kerajaan Islam di Timur.
Pengaruh Islam ke wilayah timur
Nusantara terutama Maluku juga tidak lepas dari jalur perdagangan internasional
dengan malaka dan jawa. Sejak abad ke-14 M Islam telah datang ke Maluku.
Menurut Tomes Pires, orang masuk Islam di Maluku kira kira tahun 1460-1465 M.
Sementara dee Graf berpendapat bahwa raja pertama di Maluku yang benar-benar
muslim adalah Zaynal Abidin
(1486-1500 M). Kerajaan terpenting di Maluku adalah Kerajaan Ternate dan
Tidore. Abad ke-16 M merupakan zaman Ternate dan Tidore yang bersaing dalam perdagangan. Kekuasaan
mereka merosot dengan kedatangan bangsa barat. Tidore bersekutu dengan Spanyol
sementara Ternate dengan Portugis. Persaingan pun menyulut perang besar. Sultan
Khoerun dari Ternate berusaha mengusir Portugis dari Maluku, perang terjadi dan
pada tahun 1565 M ibukota ternate terbakar. Dengan dalih berunding Sultan
Khoerun diundang ke Loji, Portugis. Namun Sultan dibunuh pada tahun 1570 M. Sultan Baabulah putra Khoerun berhasil
mengusir Portugis tahun 1577 M. Periode Baabulah merupakan puncak keemasan
kerajaan Ternate. Sultan Baabulah dapat mengislamkan Sulawesi Utara, perdagangan
lancar, persahabatan dengan negara tetangga seperti dengan Kerajaan Gowa dan
Talo terjalin dengan baik. Sementara
Portugis dan Spanyol telah dpersatukan pada tahun 1582 M dan VOC telah menjadi
besar dan kuat. Ternate bersekutu dengan VOC untuk mengusir Spanyol. Namun VOC
tidak mau ada penguasa lain, menjelang tahun 1660 Ternate dan Tidore menaklukan
VOC dengan Sultan yang tidak mempunyai kekuasaan.
Islamisasi
Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan berasal dari Kerajaan Demak. Raja pertma
kerjaan Banjar adalah Raden Samudera dan bergelar Suryanullah atau Suryansyah.
Wilayahnya meliputi Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Madawi
dan Sambangan. Sementara itu, Kalimantan
Timur diislamkan oleh Dato Ri Bandang dan
Tunggang Parangan. Melalui mereka,
Raja Mahkota penguasa Kutai masuk Islam, segeralah dibangun masjid untuk
pengajaran agama Islam pada tahun 1575 M.
Sulawesi
Selatan sejak abad ke-15 M susdah didatangi pedagang muslim, mungkin dari
Malaka, Jawa dan Sumatera. Di Gowa dan
Talo, raja-rajanya masuk Islam secara resmi pada tanggal 22 september 1605
Masehi, dengan Sultan Alauddin (1592-2636 M) sebagai raja pertamanya. Sesudah
itu menyusul Soppeng, Wajo pada tanggal 10 Mei 1610 M dan Kerajaan Bone Islam
pada tanggal
keep writting ! :D
BalasHapusthat's very good